IDEAFEST CONFERENCE 2011 -before lunch-
Siang hari di Jakarta tidak dapat mengalahkan dinginnya ruang acara IDEAFEST di Balai Sidang Jakarta (JCC) Sabtu 23 Juli 2011 ini. Bukan sebuah keberuntungan semata saya dapat bertemu dengan Glenn Fredly dan berbicara dengan Erwin Arnada –yang masih hangat dengan kasus majalah Playboy. Saya bisa berada di ruang gelap nan dingin--dengan hentakan musik dan kilatan laser—ini karena peluang dan usaha. Kok bisa?!
Berawal dari kedekatan saya dengan milis yang di ampu Pak Hirmana, saya dikirimkan informasi mengenai acara IDEAFEST. Pada kiriman informasi di milis, terdapat forward dari milis itechnopreneurship (yang sangat mungkin Pak Hirmana juga ikut serta di milis tersebut) yang berisi tentang Quiz untuk mendapatkan tiket gratis mengikuti acara IDEAFEST. Sangat kecil kemungkinannya saya bisa mendapatkan tiket gratis tersebut karena batas waktu yang sempit dalam hitungan 24 jam harus sudah menjawab Quiz tersebut. Namun, peluang yang diusahakan itu tercapai pada Kamis (21/7) siang ketika sedang menunggu kesempatan seorang kawan yang akan bersidang.
..............................
Di iringi music performance BayuRiza yang menghentak dan “Life” saya menulis kata-kata ini. Sebelumnya Glenn Fredly mengungkapkan bahwa potensi capital seorang kreatif adalah ’talent’nya. Erwin Arnada menyusul setelahnya. Sampai akhirnya menyempatkan berbicara langsung dengan Andy F. Noya sebelum istirahat makan siang.
.............
Glenn Fredly menyenandungkan salah satu lagunya yang bercerita tentang diri kita yang mengharapkan cahaya. Padahal diri kita adalah cahaya itu sendiri. Namun cahaya itu hanya akan terlihat bila kita berada di lingkungan yang gelap. Bila berada di tempat terang maka silau namanya (walah!). Senandung itu sendiri menggambarkan bagaimana sekarang kelanjutan hidup Glenn Fredly setelah lepas bermusik di major label.
Lepas dari dunia industri musik, Glenn Fredly merefleksikan dirinya tentang aset dalam dunia musik. Aset itu merupakan dasar untuk dapat survive atau sustain setelah melepaskan diri dari major label. Aset itu ternyata dapat dimiliki oleh semua orang. Aset berharga orang-orang kreatif (bidang musik salah satunya) adalah ’talent’. Talent atau kemampuan yang dimiliki berkat latihan dan pengalaman hidup yang dapat menjadi suatu kemampuan yang diakui oleh banyak orang lain. Hal inilah yang menyadarkan Glenn Fredly untuk tetap bermusik dengan caranya. Untuk bisa berbagi dengan banyak orang dengan bermusik. Tanpa harus diatur oleh industri musik. Dan kini berkreasi musik untuk dapat membantu lingkungan.
Belakangan ini, Glenn aktif memberikan waktu dan bakatnya untuk menjawab tantangan permasalahan lingkungan dan sosial. Ia ingin menjadi cahaya untuk orang-orang yang membutuhkan meskipun itu hanya senandung lagu. Lagu baginya tidak lagi sebagai penenang tapi juga dapat menjadi penggerak perubahan di masyarakat. Hal inilah yang membuat Glenn Fredly bersama dengan beberapa musisi lainnya aktif memberdayakan masyarakat yang membutuhkan dalam wadah Green Music Foundation.
.....................................
Sesi kedua digawangi oleh Erwin Arnada. Nama yang terkenal karena kasus Majalah Playboy beberapa waktu silam. Beliau ternyata juga adalah seorang produser film Jelangkung (2001). Film yang ber-budget rendah itu ternyata dapat booming dan menjadi tonggak awal maraknya perfilman layar lebar di Indonesia yang sempat mati suri.
Erwin Arnada menjelaskan bahwa kreativitas itu sesuatu yang selalu ada. Kreativitas itupun tidak bisa hanya ada dalam gagasan tapi harus applicable alias nyata. Kreatif tapi gagasan tersebut tidak bisa direalisasikan atau tidak applicable maka tidak bisa disebut kreatif.
Idealisme boleh TAPI harus dapat dibuat nyata. Hal inilah yang menjadi latihan seseorang yang berkecimpung dalam industri kreatif. ”Saat ini, untuk dapat berkompetisi dengan pelaku kreatif lainnya, kita harus punya stigma kreatif,” ujarnya. Stigma kreatif yang dimaksud adalah kreativitas nyata yang begitu meledak dan menjadi ciri khas si pelaku kreatif. Hal inilah yang menurut saya (penulis) adalah kekuatan brand seorang kreatif.
Menyambung dari apa yang disampaikan oleh Glenn Fredly mengenai kemampuan untuk melanjutan hidup atau bahasa kerennya sustainability. Bagaimana seorang kreatif dapat survive dan berkelanjutan hanya bisa dilakukan dengan evolusi. Evolusi dalam artian ide-ide dan gagasan aktif dalam menjawab persoalan hidup. Evolusi menurutnya juga berarti dapat mengasimilasikan gagasan dengan apa yang ada dan terjadi di sekitarnya. Hal ini lah kenapa kemampuan adaptasi menjadi begitu penting. Evolusi seorang kreatif tidak akan dapat berhenti dan di matikan hanya karena ruang dan waktu.
Contoh bagaimana sustainability orang-orang kreatif di bidang musik adalah grup band Rolling Stones. Erwin Arnada memberikan contoh bagaimana Rolling Stones dapat tetap eksis dan berkreasi serta beradaptasi dengan industri musik dan tren di masyarakat. Contoh sederhana dari pengalaman pribadinya, Erwin Arnada menceritakan bagaimana dia merasakan jeruji penjara karena penerbitan Majalah Playboy edisi Indonesia.
”Saya berdebat dengan pemilik Playboy mengenai isi majalah untuk budaya di Indonesia. Sehingga Majalah Playboy yang terbit bisa sesuai dengan budaya Indonesia,” ujarnya. Namun tidak lama setelah penerbitan, tuntutan dan hujatan datang. Erwin Arnada mendekam di penjara sampai dengan Juni 2011 lalu.
Berada di dalam penjara merupakan pengalaman yang mengerikan. Tidur dengan tujuh orang dengan ukuran ’kamar’ yang bisa dihitung dengan langkah kaki. Kumpul dalam satu gedung dengan 1200 orang beraneka ragam permasalahan. Pencuri, perampok, bandar narkoba, dan sebagainya. Buat orang awam itu merupakan pengalaman yang mengerikan. Ternyata begitu pula dengan seorang Erwin Arnada.
Namun bukan Erwin Arnada bila tidak bisa berkreasi. Dalam bilik penjara, Erwin Arnada berusaha untuk memanfaatkan dirinya. Dia tidak saja memberikan atmosfir yang lebih cair dalam penjara tapi juga produktif. Sebelum masa tahanannnya selesai, Erwin Arnada merilis sebuah media cetak yang terbit di Bali untuk kalangan ekspatriat, khususnya dari Rusia. Kenapa? Hal ini lah yang secara pribadi saya tanyakan kepada Beliau setelah makan siang.
Apa yang terjadi kemudian setelah Erwin Arnada bebas? Tanpa terduga, ada kiriman dua buah draft buku mengenai dirinya dan sebuah kontrak penulisan film tentang kisah hidupnya dengan judul ”Rabbit vs Goliath”. Asalkan kita sebagai seorang kreatif tidak memberhentikan kreativitas, maka peluang akan selalu dapat dibuat atau didapat. Hal ini yang menjadi pesan utama Erwin Arnada.
”Jangan jadikan ruang dan waktu menghentikan kreativitas Anda!” (Erwin Arnada)
...............................................
Menjelang istirahat makan siang, dalam kegelapan ruang, saya memberanikan diri menyapa Andy F. Noya atau yang lebih dikenal sebagai host Kick Andy di Metro TV. Ada apresiasi yang sempat saya utarakan kepada beliau yang hanya direspon dalam seulas senyum dan anggukan kepala. Apakah itu? (im)
cek ke judul lain ya :D
............................................................................