Pesan Produk Sekarang

Kaizen : Si Raja Alat Musik

sebuah kutipan dari Majalah SWA 12/XXVI/10-23 JUNI 2010


Terminologi Kaizen sendiri bagi para profesional di industri manufaktur sesungguhnya bukanlah sebuah mantra baru. Sebagaimana konsep Total Quality Management, Six Sigma, Balance Scorecard dan Lean Manufacturing, kaizen pun merupakan tool manajemen yang sudah sangat populer. "Kaizen adalah upaya peningkatan terus menerus tanpa henti yang dilaksanakan oleh tiap anggota organisasi. Continuous Improvement," ujar Sonny Irawan, pakar manajemen produksi dari PQM Consultants.

klik untuk membaca di halaman artikel :)


Secara teoritis, tool ini dimanfaatkan untuk memperbaiki atau  menyempurnakan proses-proses bisnis. Sasaran akhirnya : tercapainya penyempurnaan proses kerja dari  sisi kualitas, biaya, dan distribusi (Quality, Cost, Delivery-QCD). uaranya bisa produktivitas kerja, efisiensi, efektivitas dan keamanan kerja.

Kalangan pengelola perusahaan manufaktur umumnya sudah paham tool itu. Namun sayangnya, tak banyak perusahaan yang serius mengimplementasikannya hingga detail, apalagi hingga membangunnya menjadi budaya perusahaan. Dan, PT Yamaha Music Manufactureing Asia (YMAA) tampaknya salah satu dari sedikit perusahaan yang sangat serius itu.

Banyak hal yang menjadi pendorong implementasi kaizen di YMAA. Proses implementasi kaizen di YMAA sebenarnya sudah lama dirintis. BIla dirunut ke belakang, pabrik YMAA di Cikarang mulai beroperasi pada 1998. Namun, pada tahun-tahun pertama belum berpikiran mengimplementasi kaizen karena tiga tahun pertama memfokuskan didi para cara memastikan pabrik bisa berproduksi lancar. Kaizen baru mulai diperkenalkan pada 2001. "Kami melakukannya dari dua sisi. Pertama, langsung melakukan kaizen di production floor sebisanya. Kedua , membentuk tim kaizen," ujar Takeshi Ichikawa, Presiden Direktur YMAA.

Kesuksesan kaizen, dikatakan Ichikawa, tergantung pada kemampuan orang di lapangan untuk melihat bahwa sesuatu proses bermasalah dan mampu menyempurnakannya agar lebih baik. "Jadi harus ada kemampuan menemukan masalah dan kemampuan memecahkan masalah itu sendiri. karena kami baru jalankan kaizen 10 tahun, sebenarnya banyak karyawan yang belum bisa menemukan masalah. Inilah tugas utama, mengasah kemampuan menemukan masalah atau menemukan mekanisme untuk memudahkan agar masalah bisa ditemukan," paparnya.

Takashi Nakatshukasa, Direktur Manufacturing YMAA, mengatakan dalam membangun kaizen awalnya YMAA banyak melakukan benchmarking dengan Toyota Production System. Menurut Nakatshukasa, kunci sukses YMAA dalam implementasi kaizen ada dua. Pertama, ada komitemen dan kemauan yang kuat dari Ichikawa sebagai orang nomor satu di YMAA. "Beliau dari awal konsisten dan tak pernah berhenti memelopori kaizen," kata Nakatshukasa. Kedua, secara organisasi memang dijaga agar kaizen tetap berlangsung. "Bahkan, kami membuat filosofi dan visi-misi perusahaan dimana konsep kaizen dimaksukkan sebgai salah satu filosofi dasar perusahaan," tambahnya.

Sonny melihat budaya kaizen di YMAA sudah terasa sekali. Lebih lanjut, Sonny memberi saran bagi perusahaan yang ingin sukses menerapkan kaizen. Di antara yang terpenting, menurutnya, peran kepemimpinan (leadership). 

"Pemimpin tertinggi harus menjadi panutan dalam melakukan kaizen dan mendukung peningkatan secara langsung di lapangan (shoop floor)," kata Sonny.

Agar proses kaizen berhasil, sebaiknya dimulai dengan melakukan pilot project yang dipimpin langsung oleh orang yang tertinggi di dalam organisasi. Selain itu jangan sampai ada rasa enggan atau bahkan takut untuk menyampaikan masalah yang terjadi di lapangan, karena bila masalah yang merupakan pemicu ide-ide peningkatan tidak terungkap, tak akan ada peningkatan. Gagagasan sekecil apa pun memiliki arti bagi peningkatan kinerja organisasi.

--------------------------------------------------
Nah, kaizen sebagai sebuah alat untuk peningkatan kinerja organisasi yang lebih baik dengan cara yang sederhana namun membutuhkan cara berpikir baru yang sangat mendasar : selalu berpikir untuk lebih baik. Bila di tingkat organisasi profit saja sangat memerlukan usaha-usaha untuk lebih baik, kenapa tidak di organisasi non-profit ?

Justru organisasi publik atau non-profit sangat memerlukan teknologi untuk  peningkatan kinerja. Mindsetnya sama dengan perusahaan bahwa costumer organisasi adalah mereka yang memanfaatkan layanan organisasi non-profit. Entah itu masyrakat pada umumnya atau anggota organisasi secara khusus.

Bila masyarakat mau mendukung organisasi non-profit, bukan melulu harus untung dan uang ya. Hal ini karena organisasi non-profit memang tidak boleh cari untung. Namun kepuasan pelanggan atau customer dapat juga dijadikan indikator keberhasilan organisasi non-profit. Lakukan saja jajak pendapat atau survei. Saya malah khawatir banyak organisasi non-profit seperti lembaga pemerintahan, yayasan atau LSM takut untuk melakukan survei kebermanfaatan keberadaan lembaganya di masyarakat karena selama ini kinerjanya rendah.

Koleksi Produk Lainnya :

 
Copyright © 2018. BukaBaju Template - Design: Gusti Adnyana